Translate

Kamis, 07 Juni 2012

Petir part 1

Bukan Karena Nama Tapi Tanggal....
        Karya: Ismira Yanti


    Petir...petir...!!! itulah namaku, aneh bukan!!!
Ya,,namaku memang petir, yang selalu diidentik dengan hujan yang deras dan angin yang kencang. Entah...apa yang ada dalam pikiran orang tuaku ketika memberikan nama tersebut. Keluargaku memang unik, kami tiga bersaudara yang kembar identik namun memiliki karakter yang berbeda.  Sama hal seperti diriku, kedua saudara kembarku juga memiliki nama yang aneh dan tidak umum digunakan. Kakak kembarku bernama Guntur sedangkan adik kembarku bernama Topan. Jadi lengkaplah kami menjadi trio penyenta hujan, Guntur, Petir dan Topan. 
    Trio penyerta hujan,,, sapaan akrab untuk si kembar tiga. Mungkin sapaan tersebut takkan berlaku jika ayah dan ibuku berkenan menambahkan embel-embel di akhir atau di awal nama kami bertiga seperti nama Putra atau wardana. Sehingga dengan senang hati, aku akan mengganti namaku itu dengan nama awal atau nama akhir tersebut. Tapi sialnya, kedua orang tuaku enggan menambahkannya tanpa berpikir dampak yang ditimbulkan nama tersebut. Sehingga kami bertiga menjadi bulan-bulan anak-anak  di sekolah dulu sebagai trio penyerta hujan.
    Pada dasarnya pemberian nama itu didasarkan pada makna dan peristiwa yang terjadi ketika kelahiran  sang anak.  Dasar itulah yang menjadi pegangan dan jawaban pamungkas Ayahku untuk menjawab pertanyaan kami bertiga sewaktu kecil dulu. Karena menurut sejarah kelahiran kami pada saat itu  tepatnya tanggal tiga belas bulan April tahun 1997 terjadi hujan deras dan angin kencang yang melanda kota kami. Pada saat itu, ayahku yang seorang petinggi di salah satu perusahaan swasta di kota ini sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit bersama ibuku yang dalam keadaan sekarat karena akan segerah melahirkan. Jalan ibu kota yang dipenuhi banjir memaksa ayah dan ibuku berjuang keras untuk mewujudkan keinginan kami untuk melihat dunia. Dan akhirnya harapan dan keinginan kedua orang tuaku dijawab oleh Tuhan setelah empat tahun menanti.
    Di rumah salah seorang warga, tangis tiga orang bayi kembar berhasil lahir di dunia dari ranim mantan pramugari maskapai terbesar di negeri ini tanpa pertolongan dokter.  Disertai dengan deru hujan yang terus menghantam tercetuslah tiga nama sepektakuler aneh, Guntur, Petir dan Topan. Nama yang menurut ke dua orang tuaku merupakan nama yang indah yang  dinama itu, mereka gantungkan harapan dan masa depan yang indah. Nama  yang tiba-tiba tercetus ketika ayahku selesai membacakan Azah di kuping kami bertiga. Dan langsung disetujui tanpa dilakukan pemungutan suara terlebih dahulu.
    Guntur, Petir, dan Topan si trio penyerta hujan. Walaupun kami kembar identik tapi kami memiliki karakter yang berbeda. Guntur yang kakak memiliki karakter pemimpin yang  berwibawa, cerdas, dan ramah. Sedangkan aku kembar yang berada di tengah berkarakter cuek, jenius dan penyendiri . Berbanding 360% dengan adik kembarku Topan yang selengean, suka bercanda dan suka melakukan petualangan.  Kami bertiga memang cerdas dan selalu mendapat rengking pertama, kedua, dan ketiga dalam urutan siswa berprestasi di sekolah. Namun, bukan berarti kami tidak menjadi bahan lulucon anak-anak. Trio penyerta hujan, sapaan yang membuatku enggan untuk bergaul dengan anak-anak lainnya. Entahlah..tetapi sapaan tersebut selalu mengusik batinku.
    Walaupun di masyarakat, keluargaku terlihat harmonis dan sejahtera namun semua hanyalah kamuflase semata. Ayahku yang awalnya menganut  ajaran tianghoa (Cina) sebelum menjadi mualaf dan menikah dengan ibuku yang merupakan keturunan indo-arab  yang sangat taat beragama. Adalah sosok yang  sangat baik hati dan bersahaja  .Namun, kini menjadi sosok yang menakutkan, pemarah yang membenci keberadaan kami bertiga. Entah dari mana asal-muasal kebencian tersebut.
Melihat betapa tulusnya orang-orang melihat keluargku, membuatku selalu marah pada keadaan dan pada diriku sendiri. Semua berawal dari perkataan ayahku yang menurutku sangat menyakitkan dan membuatku tak dapat memaafkannya. Apa yang salah padaku dan kedua saudara kembarku, kami tidak meminta dilahirkan  di dunia yang fana ini dan kami tidak perna memaksa untuk hal itu. justru, kami bersyukur lahir dikeluarga yang jelas dan berada ini. Tapi, mengapa kami disalahkan atas musibah yang menimpah keluarga ini setelah kelahiran kami bertiga.
    Mungkin Tuhan berkehendak lain tetapi setelah kelahiran kami, keluargaku yang harmonis mulai terusik. Berawal dari turunnya harga saham di pasar saham yang menyebabkan perusahaan tempat ayahku bekerja mengalami krisis ditambah lagi dengan banyaknya uang nasabah yang di bawah lari dan digelapkan oleh petinggi bank lainya. Membuat ayahku turut bertanggung jawab atas nasib para karyawan dan kelangsungan perusahaan tersebut. Keadaan yang buruk tersebut sangat sulit di atasi dan membuat Ayahku melakukan pinjaman ke pihak lain dengan jaminan seluruh aset keluargaku.
.Beberapa tahun berlalu, kami bertiga telah remaja dan kini kami telah duduk di bangku kelas dua SMP  di sekolah yang sama.  Sore  itu tepat tangga 12 April 2009 kami, trio penyerta hujan akan merayakan ulang tahun yang ke-12 . Sambil menunggu jam pergantian malam, Guntur kakak kembarku mendapat telpon dari teman karibnya, Angga, bukan  ucapan selamat yang kami terima melainkan kabar buruk. Angga  memberitahukan bahwa telah terjadi kecelakaan pesawat pada yang terbang jam 7  malam waktu Bangkok . Kami panik dan khawatir memikirkan keadaan Ibu kami yang juga berada di Bangkok untuk melaksanaan tugas keprofesionalannya. Ibuku yang merupakan mantan pramugari kembali dipanggil oleh perusahaannya yang dulu untuk bekerja dan itu menjadi salah-satu penopang perekonomian keluargaku yang kurang stabil saat itu.
    Bagaikan tersengat listrik, kami  menyadari bahwa jika ibu kami terbang jam 2 siang waktu Bangkok seharusnya sudah  berada di rumah  sejak tadi karena sekarang telah jam 9 malam sedangkan penerbangan dari Bangkok ke kotaku hanya sekitar tiga jam.  Dan jelaslah sudah, mendengung kelabu kembali menyelimuti keluargaku. Ibuku tercinta turut menjadi korban kecelakaan pesawat tepat ketika kami hendak merayakan hari ulang tahun kami. Tanggal 13 April. Ibuku menjadi salah satu pramugari yang meninggal dalam peristiwa tersebut. Satu alasan yang tak kami ketahui, mengapa ibuku tidak jadi terbang pada jam dua siang waktu Bangkok tetapi  menggantinya dengan jam 7 malam .
    Ya..tanggal 13 bulan Empatlah yang membuat ayahku sangat membenci kami bertiga. Banyak alasan memang yang melatarbelakangi kebencian tersebut. Pertama, turunnya nilai saham ayahku juga tepat pada tanggal 13 bulan April 1999  yang membuat keluargaku hampir bangkrut dan rumah kami menjadi tawanan bank hingga kini. Kedua, ibuku meningggal dunia juga pada tanggal dan bulan yang sama 13 April 2009. Dan sialnya kami juga lahir ditanggal dan bulan yang sama. Ditambah dengan musibah-musibah lain yang menimpah kelurgaku yang juga di tanggal yang sama walau dengan bulan yang berbeda atau sebaliknya di bulan yang sama namun pada tanggal yang berbeda. Semakin mengukuhkan kenyakinan Ayahku bahwa keberadaan  kami bertigalah yang menjadi  asal muasal semua kesialan tersebut. Aneh...memang tapi menurut ayahku yang memang dibesarkan di lingkungan Chinis, angka tiga belas dan angka empat adalah angkat sial dan angka yang mati dalam perhitungan mereka dan Ayahku paham betul akan hal tersebut sehingga tepatlah bahwa semua bukan karena nama tapi karena tanggal. Tanggal tiga belas dan tanggal empat yang menguras nalar manusia.
    Kebencian yang semakin memuncak, membuat keluarga ini menjadi hancur berantakan. dan aku mengapa jadi seperti ini? Mengapa aku memiliki sesuatu yang misterius dan dapat menghancurkan, kekuatan seperti apa ini ?, mengapa aku bisa membunuh dan mengapa mesti ayahku korbanya ? kenapa Guntur, kakak kembarku  dapat meninggal dini hari di jalan raya tanpa seseorang yang dikasihi di sisinya. Mengapa Topan bisa terjerumus dalam dunia yang kelam ? mengapa…mengapa bias terjadi ?
                                                                 *** bersambung****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar