Translate

Kamis, 31 Mei 2012

Di Balik Nikmatnya Rokok

Oleh: Ismira

    ROKOK, Siapasih yang tidaktahu?Ya, semua orang tentu sudah mengetahuinya.Hanya denganmenyebutsatu kata, ROKOK! Setiap orang sudah pastitahu,bagaimana wujudnya, baikbentuk,ukuran,warna,jenis serta h arga dari produk tersebut sudah dapat ditebak sebab produk ini sangat mudah ditemukan di tengan masyarakat dan peredarannya pun tidak diawasi sehingga produk ini dapat dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat. Em…Seandainya saja di dunia ini,terdapat ujian test yang soalnya mengena irokok,dan pesertanya merupakan para pecandu ataupun para kolektor rokok dapat dipastikan peserta ujian tersebut akan lulus 100%, tentu tidak diragukan lagi.Tapi tahukah kalian bahwa rokok itu dapat menjadi boomerang bagi diri sendiri dan orang lain.
       Rokok, produk industry yang berukuran ± 10 cm ,berbentuk silinder dan dilapisi dengan kertas dan di ujungnya terdapat spons yang berfungsi sebagai tempat menghisap. Produk ini dikonsumsi dengan cara dihisap tetapi terlebih dahulu harus dibakar sehingga mengeluarkan asap pekat  berwarna putih yang beraroma khas tembakau. produk industry initer buat dari racikan tembakau, MG Tar, Nikotin, yang diolah  sedemikian rupa dengan berbagai rasa yang ditawarkan mulai dari menthol sampai rasa mint juga tersedia dan harga yang ditawarkan pun dapat dijangkau sehingga tidak heran jika produk ini paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya kaum pria,dari orang tua sampai dengan remaja usia belasan tahun bahkan sekarang terjadi fenomena balita dan anak-anak usia 2,5-9 tahun yang menjadi pecandu rokok yang semuanya berawal dari coba-coba dan berakhir dengan ketagihan.
      Mengapa rokok begitu dinikmati? Padahal secara terang-terang dicantumkan pada kemasan rokok bahwa Rokok dapat menyebabkan Kanker, Serangan jantung, Impotensi, dangan gaguan kehamilan dan janin.yang tentu dapat berdampak buruk. Tatapi rokok tetap saja menjadi favorit, seakan-akan rokok bagaikan magnet untuk menguras dompet dan merogok kocek lebih dalam hanya untuk memperoleh kenikmatan yang ditawarkan dan sebagai sarana pelepasan stres, yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai kegiatan bakar-bakar uang. Bahkan bagi remaja yang dalam masa transisi menganggap “jika tidak merokok berarti tidak gaul, tidak macho”,suatu anggapan yang salah tetapi dapat mengakibatkan kualitas dan  moral generasi muda bangsa menurun. Selain itu,di lingkup yang lebih luas,ternyata rokok juga turut menyumbangkan CO2 dalam menyebabkan pemanasan global di muka bumi dan banyak lagi dampak-dampak lainnya yang disebabkan oleh rokok.
      Intinya bahwa rokok bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, rokok memang  merupakan produk industry yang banyak dikonsumsi terutama untuk menghilangkan stress dan mendatangkan keuntungan dalam kegiatan perekonomian tetapi di sisi lain, rokok juga dapat menyebabkan kerugian di beberapa segi kehidupan terutama segi kesehatan.
   

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU Oleh ISMIRA YANTI

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU
Oleh
ISMIRA YANTI

****************************************************************************************


BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1    Latar Belakang

              Mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia (RI) No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas menjelaskan bahwa Guru adalah tenaga professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia sekolah pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Begitu pula menurut Undang-undang  Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian  kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
            Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran  dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. 
        Kompetensi merupakan kemampuan dalam melaksanakan sesuatu yang berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemahiran,yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru khususnya bagi guru profesional adalah kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang dimiliki guru dalam kaitanya dengan kemampuan mengolah pembelajaran dan peserta didik
Masalah Kompetensi guru selalu mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat pada umumnya dan oleh ahli pendidikan pada khususnya. Pemerintah memandang bahwa kompetensi guru merupakan media yang sangat penting artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa.
          Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakan sehingga pada akhirnya berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan- tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pemahaman wawasan kependidikan guru, pengembangan kurikulum, penggunaan metoda mengajar, strategi belajar mengajar,  sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada peserta didik sehingga ia mau belajar karena memang peserta didiklah subjek utama dalam belajar.
         Kompetensi pedagogik merupakan salah satu dari standar kompetensi yang terintergrasi sebagai kinerja guru,  dimana kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaanya selama periode tertentu sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai kompetensi pedagogik guru Indonesia lebih mendetail.

1.2  Rumusan Masalah
        Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah  ini adalah      bagaimanakah kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru Indonnesia   ?

1.3  Tujuan
      Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan peniulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru Indonesia.

1.4  Manfaat
 
1.    Manfaat Praktis
a.  Penulis, makalah ini memberikan pengetahuan lebih mengenai kompetensi pedagogik yang wajib dimiliki seorang guru profesional sehingga dapat memberikan gambaran umum kepada penulis  yang notabene calon guru mengenai bagaimana sebenarnya sosok guru profesional itu.
b. Pembaca, makalah ini dapat menjadi sumber informasi mengenai kompetensi pedagogik guru Indonesia.
2.Manfaat teoritis adalah bahwa makalah ini diharapkan akan menambah khasanah ilmu pengetahuan, karena diperoleh dari sumber-sumber yang terpercaya, salah-satunya melalui skipsi yang telah diujikan.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1     Kompetensi Pedagogik Guru
2.1.1 Kompetensi  Guru
        Kompetensi berasal dari bahasa Inggiris yaitu competence. Maknanya sama dengan being competent, sedangkan competent sama artinya dengan having ability, power, authoority, skill, knowledge, attitude dan sebagainya. Dengan demikian kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keteram¬pilan dan pengetahuan seseorang dibidang tertentu. Jadi kata kompetensi diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau suatu keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan (Rastodio,www.kompetensi guru.go.id).              
           Majid (2005: 6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Syah (2000: 229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (2001: 14) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif
         Depdiknas (2002: 1) merumuskan bahwa  kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dalam keputusan Mendiknas Tahun 2002, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Selain itu ada juga yang memberi makna kompetensi hampir sama dengan keterampilan hidup atau "life skills". Kompetensi atau keterampilan hidup dinyatakan dalam bentuk kinerja atau performansi yang dapat diukur.
     Mulyasa (2003: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Robbins (2001: 37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.
        Muhaimin (2004: 151) menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus  ditunjukkan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
       Kompetensi sebagai karak¬teristik seseorang berhubungan dengan kinerja yang efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi. Kompetensi memiliki lima karakteristik, yaitu (1) motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu, (2) sifat, yaitu karakteristik fisik tanggapan komite terhadap situasi atau informasi (3) konsep diri, yaitu sikap, nilai, image diri seseorang  (4) pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu dan (5) keterampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental ( ilyas,www gudang materi.com).
       Menurut Lefrancois (Jamal, 2009: 57) kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar. Syah (2000: 230), mengemukakan kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa  Kompetensi adalah kemampuan seseorang berupa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan-latihan baik secara kognitif, afektif, dan performance sebagai syarat untuk dianggap mampu dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik secara cerdas dan dapat dipertanggungjawabkan.
         Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam memaknai kompetensi guru, sebagaimana dikemukakan oleh Surya (seminar sehari 6 Mei 2005) yang dikutip dalam Kunandar (2007), adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.
        Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a.    Kompetensi kepribadian
     Kompetensi kepribadian adalah, kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi: 1). kepribadian yang mantap dan stabil, 2). kepribadian yang dewasa, 3). kepribadian yang arif, 4). kepribadian yang dewasa, 5). berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
b.    Kompetensi pedagogic
       Kompetensi kepribadian adalah, kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Kompetensi ini meliputi: 1). memahami peserta didik secara mendalam, 2). merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, 3). melaksanakan pembelajaran, 4). merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, 5). mengembangkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya
c.    Kompetensi profesional
      Kompetebsi profesional adalah, kemampuan penguasaan mata pelajaran secara luas dan   mendalam. Kompetensi ini meliputi: a). menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, b). menguasai struktur dan metode keilmuan.
d.    Kompetensi sosial
          Kompetensi sosial adalah, kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi: a). mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, b). mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan, c). mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

        Keempat kompetensi di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu.secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disipin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pembelajaran,evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan dan (d) pengembangan kepribadian dan profesonalisme secara berkelanjutan.


2.1.2    Konsep Kompetensi Pedagogik
          Secara etimologis pedagogik berasal dari kata Yunani ëpaidí artinya anak serta ëagogosí artinya membimbing. Jadi pedagogik diartikan sebagai membimbing anak atau lebih populernya mengajar anak. Pedagogik sering disandingkan dengan kata andragogik yang berarti membimbing orang dewasa atau bahasa populernya mengajar orang dewasa. Oleh karena pedagogik itu sering diartikan dengan pengajaran maka kompetensi pedagogik sering disamakan dengan istilah kompetensi pengajaran (Sudarwan, 2010:  47)
            Menurut Sarimaya (2008: 19) bahwa kompetensi pedagogik merupakan segala kemampuan guru yang berkaitan dengan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. 
            Dalam Pasal 3 Butir a Penjelasan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 
        Kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang – kurangnya meliputi:
(a)    Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
        Dalam hal ini guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek ( mata pelajaran ), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menyelenggarakan  pembelajaran di kelas.  Secara ontentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijasah keahlian mengajar ( akta mengajar ) dari lembaga yang diakreditasi pemerintah.
(b)    Pemahaman terhadap peserta didik.
       Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati pengetahuan dan pemahamann terhadap latar belakang pribadi anak, serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa – masa sulit dalam usia yang dialami anak. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem – problen yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.
(c).  Pengembangan kurikulum / silabus.
       Guru memiliki pemahaman  prinsip dasar pengembangan kurikulum  pendidikan nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.
(d) Perancangan pembelajaran
      Guru memiliki kemampuan merencanakan sistem pembelajaran yang memamfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan.
(e).  Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
     Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat.
         Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor eksternal maupun faktor internal.
       Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga hal: pretes, proses, dan  post tes   : Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan.
       Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran. Proses adalah sebagai kegiatan ini dari pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan efektif, apabila seluruh pesera didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik Maupun sosial.
       Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri.
      Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. Post Test, Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test. Post test memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post test adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok dan sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.
(f)  Pemanfaatan teknologi pembelajaran                                                    
     Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi. Fasilitas pendidikan pada umunya mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik kuantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini.Sehubungan dengan itu, peningkatan fasilitas laboratorium, perpustakaan, atau ruang-ruang belajar khusus seperti ruangan komputer, sanggar seni, ruang audio dan video seyogianya semakin menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam peningkatan fasilitas pembelajaran.
Bagaimana mendidik peserta didik adalah mengembangkan potensi kemanusiaannya, sehingga mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, seperti nilai keagamaan, keindahan, ekonomi, pengetahuan, teknologi, sosial dan kecerdasan. Teknologi pembelajaran merupakan sarana pendukung untuk membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, memudahkan penyajian data, informasi materi pembelajaran, dan variasi budaya. Dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir ,menganalisis dan memilih informasi yang paling tepat dan berkaitan langsung dengan pembentukan kompetensi peserta didik serta tujuan pembelajaran. Dengan penguasaan guru terhadap standar kompetensi dalam bidang teknologi pembelajaran dapat dijadikan salah satu indikator standar dan sertifikasi kompetensi guru.
(g)    Evaluasi hasil belajar
        Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar penilaian akhir satuan pendidikan serta penilaian program.
(h)    Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
        Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagi potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling (BK).

        Kompetensi pedagogik  berurusan dengan tugas utama guru sebagai pengajar  yang intinya adalah bagaimana seorang guru dapat melaksanakan pengajaran dengan baik. Kompetensi pedagogik memang penting dalam memiliki posisi yang sangat strategis untuk mensukseskan pendidikan baik di dalam ruang kelas maupun di luar ruang kelas, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah,sebatas masih berada di dalam rambu-rambu pendidikan di sekolah. Dengan tanpa mengesampingkan penting dan strategisnya tiga jenis kompetensi lainnya, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, kompetensi pedagogik memang harus dimiliki, dikuasai dan sekaligus dipraktekkan oleh setiap guru dalam menjalankan tugas utamanya sebagai pengajar.
     Menurut Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan Nasional, kompetensi pedagogik guru meliputi: (1). Kemampuan menguasai bahan ajar, (2). Kemampuan mengelola program belajar mengajar, (3). Kemampuan mengelola kelas, (4). Kemampuan menggunakan media/sumber belajar, (5). Kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan, (6). Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, (7). Kemampuan menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran, (8). Kemampuan mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan konseling, (9). Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan, dan (10). Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran (Udin Saefudin Saud,2009 :  79).
          Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.  Depdiknas (2004:  9) menyebut kompetensi ini dengan kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
        Kemampuan pedagogik menurut Suparno dalam ichwan (2010 : 18) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan  perkembanganya,mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkembangan siswa, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada giliranya semakin meningkatkan kemampuan siswa.
         Oleh karena itu, kompetensi pedadogik wajib dimiliki oleh setiap guru Indonesia sebagai wujud profesionalitas kerja untuk  mewujudkan cita-cita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.





BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
         Kompetensi adalah kemampuan seseorang berupa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan-latihan baik secara kognitif, afektif, dan performance sebagai syarat untuk dianggap mampu dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik secara cerdas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang – kurangnya meliputi:
(a)    Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (b)  Pemahaman terhadap peserta didik, (c)  Pengembangan kurikulum / silabus,  (d) Perancangan pembelajaran,  (e) Perancangan pembelajaran, (f).  Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (g) Evaluasi hasil belajar, (h)  Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

3.2 Saran 
    Guru sebagai tenaga profesional sudah sepatutnya memiliki dan menerapkan  kompentensi-kompetensi yang dimiliki, salah-satunya kompetensi pedagogik yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas  . 
       



FILOLOGI DAN FOKLOR


Rangkuman Materi  oleh Ismira Yanti


FILOLOGI  DAN FOKLOR


A.    FILOLOGI

1.    Pengertian Filologi

           Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.
Menurut Kamus Istilah Filologi ( Baroroh Baried, R. Amin Soedoro,R. Suhardi, Sawu, M.Syakir, Siti Chammah Suratno:1977 ), Filologi merupakan ilmu yang menyelidi perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang meyeidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesustraannya. Laksikon Sastra ( Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, tetapi dalam cakupan yang lebih sempi, Filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik,dan makna yang terkandung di dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
       Jadi, dapat disimpulkan bahwa Filologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan manusia dengan cara menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik dan makna yang terkandung dalam naskah itu.

Ciri khas dan tujuan  Filologi yaitu :
1.  Mengungkapkan gambaran naskah dari segi fisik dan isinya.
2.  Mengemukakan persamaan dan perbedaan antarnaskah yang berbeda.
3.  Menjelaskan pertalian antar naskah.
4.  Menguraikan fungsi isi, cerita, dan fungsi teks.
5  Menyajiakan suntingan teks yang mendekati teks asli, autoritatif, bersih dari kesalahan untuk keperluan penelitian dalm berbagai bidang ilmu(sastra, bahasa, filsafat).
6. Menyajikan terjemahan hasil suntingan teks, tullisan,dan bahasa yang mudah dipahami masyarakat luas.


2.    Jenis-Jenis Filologi 

    Filologi terbagi menjadi dua yaitu Kadikologi dan Tekstologi .
1.    Kadikologi
           Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah.
         Hermans dan Huisman menjelaskan bahwa istilah kodikologi (codicologie) diusulkan oleh seorang ahli bahasa Yunani, Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Seprieure, Paris, pada bulan Februari 1944. Akan tetapi istilah ini baru terkenal pada tahun 1949 ketika karyanya, ‘Les Manuscrits’ diterbitkan pertama kali pada tahun tersebut. Dain sendiri mengatakan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah. Dain juga menegaskan walaupun kata kodikologi itu baru, ilmu kodikologinya sendiri bukanlah hal yang baru. Selanjutnya Dain juga mengatakan bahwa tugas dan “daerah” kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan-penggunaan naskah itu.

2.    Tekstologi
         Secara etimologis, Tekstologi terdiri atas dua kata yaitu teks dan logi, yang berarti ilmu tentang teks. Tekstologi adalah bagian dari filologi yang berusaha mengkaji teks yang terkandung dalam naskah-naskah kuno. Teks dalam naskah kuno sarat dengan nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang.
Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.


B.    FOKLOR

1.    Pengertian Foklor
           Folklor terdiri dari dua kata, yaitu folk dan lore. Folk berarti kolektif, dan lore artinya adat. Menurut Danandjaja folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antar lain: warna kulit yang sama, bahasa yang sama, bentuk rambut yang sama, mata yang sama, taraf pendidikan byang sana, dan agama yang sama. Lore adalah tradisi yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Dundes dalam Danandjaja,1994 : 1)
         Rusyana (1978: 1) folklor adalah merupakan bagian dari persendian ceritera yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U. Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik unsur materi maupun unsur non-materinya. Kajian tersebut kepada masalah kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek), kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat, kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.

 2. Ciri-ciri Folklor
      Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: 3),
           Ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut:
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
3.  Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).
4.  Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
5. Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.
6. Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.

C.    JENIS-JENIS FOKLOR

Secara garis besar Foklor terbagi dalam tiga kelompok besar yaitu:
1.    Folklor Lisan (Verval Folklore)
        Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.

   Foklor lisan terdiri atas  Prosa lama dan puisi lama
1.  Prosa Lama  merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat.  Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:

1)    Hikayat,
       Berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.

2)    Sejarah (tambo)
     Sejarah  adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.

3)    Kisah
      Kisah adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.

4)    Dongeng
      Dongeng  adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:
a. Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dll.
b. Mite (Mitos), adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib. Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak, Kelambai, dll.
c. Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dll.
d. Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dll.
e. Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawagita, dll.
f. Dongeng jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dll.

5) Cerita berbingkai
         Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.

2.    Puisi Lama
       Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
      Aturan- aturan itu antara lain :
         1. Jumlah kata dalam 1 baris
         2. Jumlah baris dalam 1 bait
         3. Persajakan (rima)
         4. Banyak suku kata tiap baris
          5. Irama

 Macam-macam puisi lama

1.    Mantra
          Mantra adalah puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
  Ciri-ciri mantra
   1)    Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd,abcde-abcde
    2)    Bersifat lisan, sakti/ magis
    3)    Adanya perulangan
    4)    Metafora merupakan unsur penting
    5)    Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius.
    6)    Lebih bebas dibandingkan puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.

    Contoh:
              Assalammu’alaikum putri satulung besar
              Yang beralun berilir simayang
              Mari kecil, kemari
              Aku menyanggul rambutmu
              Aku membawa sadap gading
              Akan membasuh mukamu

2.Gurindam
         Gurindam  adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
     Ciri-ciri gurindam:
     1). Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
     2) Berasal dari Tamil (India)
     3) Baris pertama berisi semacam soal, masalah atau perjanjian.
     4) baris kedua berisi jawaban, akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama. 
                Contoh :
                Kurang pikir kurang siasat (a)
               Tentu dirimu akan tersesat (a)
               Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
                Bagai rumah tiada bertiang ( b )
                Jika suami tiada berhati lurus ( c )
                Istri pun kelak menjadi kurus ( c )

3.    Syair
          Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
    Ciri - ciri syair :
    a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
    b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
    c. Bersajak a – a – a – a
    d. Isi semua tidak ada sampiran
    e. Berasal dari Arab

Contoh :
             Pada zaman dahulu kala (a)
             Tersebutlah sebuah cerita (a)
             Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
             Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
             Negeri bernama Pasir Luhur (a)
             Tanahnya luas lagi subur (a)
             Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
             Rukun raharja tiada terukur (a)
             Raja bernama Darmalaksana (a)
             Tampan rupawan elok parasnya (a)
             Adil dan jujur penuh wibawa (a)
             Gagah perkasa tiada tandingnya (a)


4.    Pantun
        Pantun  adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
Ciri – ciri pantun :
1.    Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Berasal dari Melayu (Indonesia)

Jenis – jenis Pantun, antara lain :

     1. Pantun Adat
                  Menanam kelapa di pulau Bukum Tinggi
                  sedepa sudah berbuah
                  Adat bermula dengan hukum
                  Hukum bersandar di Kitabullah

     2. Pantun Agama
             Banyak bulan perkara bulan
             Tidak semulia bulan puasa
             Banyak tuhan perkara tuhan
             Tidak semulia Tuhan Yang Esa

3.Pantun Budi
                  Bunga cina diatas batu
                  Daunnya lepas kedalam ruang
                 Adat budaya tidak berlaku
                  Sebabnya emas budi terbuang

4.Pantun Jenaka
       Elok berjalan kota tua
       Kiri kanan berbatang sepat
       Elok berbini orang tua
       Perut kenyang ajaran dapat

            5. Pantun Anak-anak
                   Elok rupanya si kumbang jati
                  Dibawa itik pulang petang
                  Tidak terkata besar hati
                   Melihat ibu sudah datang

     Luasnya persebaran pantun di nusantara sehingga jumlah dan jenis  pantun yang dihasilkan sudah tidak dapat dihitung lagi.

5.    Karmina
       Karmina atau pantun kilat
       Ciri- ciri karmina
1)    Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan
2)    Bersajak aa-aa,aa-bb
3)    Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan.
4)    Tidak memiliki sampiran hanya berisakan isi.
5)    Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.
Contoh:
Sudah gaharu, cendana pula
Sudah tahu bertanya pula

6.    Seloka
    Seloka atau pantun berikat.
     Ciri-ciri seloka yaitu;
1. Berbaris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
2.  Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga. Dan seterusnya.
3.   Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair.
4.   Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
  Contoh :
                      Lurus jalan ke Payakumbuh,
                      Kayu jati bertimbal jalan
                      Di mana hati tak kan rusuh,
                      Ibu mati bapak berjalan   
 
7.    Talibun
       Talibun atau pantun genap.
        Ciri –ciri talibun yaitu:
          1)     Jumalah barisnya lebih dari empat baris, tetap harus genap misalnya 6, 8, 10,..
      2)  Jika satu bait berisi enam baris maka susunannya tiga baris merupakan sampiran dan tiga          baris lainnya merupan isi. Dan seterusnya.
          3)    Apabila barisnya ada enam baris maka sajaknya a-b-c-a-b-c

Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
        Kalau anak pergi berjalan
        Ibu cari sanak pun cari isi
        Induk semang cari dahulu

8.    Bidal
       Bidal adalah cara berbicara dengan menggunakan bahasa kias. Bidal terdiri dari beberapa macam, diantaranya:
a.    Pepatah
      Pepatah adalah suatu peri bahasa yang menggunakan bahasa kias dengan maksud mematahkan ucapan orang lain atau untuk menasehati  orang lain.
Contoh :  Malu bertanya sesat di jalan
                Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.

b.    Tamsil
    Tamsil (ibarat) adalah suatu peribahasa yang berusaha memberikan penjelasan dengan perumpamaan dengan maksud menyindir, menasehati, atau memperingati seseorang yang dianggap tidak benar.
Contoh :  Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
                Keras-keras kersik, kena air lemut juga.

c.    Kiasan
       Kiasan adalah ungkapan tertentu untuk menyampaikan malsud yang sebenarnya kepada seseorang karena sifat, karakter, atau keadaan tubuh yang dimilikinya. Kata-kata sebutan yang digunakan dengan cara tersebut dinamakan bahasa kiasan.
Contoh :  Makan tangan = memperoleh keuntungan besar
                 Buah hati       = kekasih atau orang yang sangat dicintai.

d.    Perumpamaan
       Perumpamaan adalah suatu peribahasa yang digunakan seseorang dengan cara membandingkan suatu keadaan atau tingkah laku seseorang dengan keadaan alam, benda, atau makhluk alam semesta.
Contoh : Seperti anjing makan tulang.
                Seperti durian dengan mentimun

e.    Pameo
Pameo adalah suatu peribahasa yang digunakan untuk berolok-olok, menyindir atau mengejek seseorang atau sesuatu keadaan.
Contoh :
 1.  Ladang padang, orang betawi
   Maksunya berlagak seperti orang padang padahal dia orang  betawi  atau orang betawi yang berlagak kepadang-padangan.
2.  Bual anak Deli
   Maksudnya membual seperti membualnya daerah Deli terus menerus, namun isinya tidak bermakna.


2. Folklor Setengah Lisan (Partly Verbal Folklore)

1    Kepercayaan dan tahayul.
2.   Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat.
3.   Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.
4.   Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll.
5. Adat atau tradisi, Contohnya: tradisi upacara menanam padi, tradisi orang hamil hingga malahirkan, tradisi pernikahan, tradisi khitanan, tradisi membangun rumah, tradisi ruatan, dll
6. Pesta-pesta rakyat. Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy, pesta rakyat ngalaksa di Rancaklong dan Baduy, pesta rakyat seba laut di pesisir pantai selatan, pesta rakyat kawin tebu di Majalengka, pesta rakyat seren taun di Ciptarasa dan Baduy, pesta rakyat mubur sura di Rancakalong.


3. Folklor Bukan Lisan (Nonverba Folklore)
           Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil.

a. Folklor Materil
1) Arsitektur rakyat. Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog, duduk jandela, dll.
2) Seni kerajinan tangan. Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran, bangunan, dll.
3) Pakaian dan perhiasan. Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo, pendok, giwang, penitik,   kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung, dll.
4) Obat-obat rakyat. Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah, getah, dan jampe-jampe.
5) Makanan dan minuman. Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong, ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang, bajigur, bandrek, dll.
6) Alat-alat musik. Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.
7) Peralatan dan senjata. Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored, congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll. Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.
8) Mainan. Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean, sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan, luncat galah, kukudaan, dll.

b. Folklor Bukan Materil

1) Bahasa isyrat (gesture), Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.
2) Laras music Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll.

D.    DRAMA

     Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa Yunani), sedangkan dramtaik  adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalam suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
  Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu
1. Drama baru / drama modern
        Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada      masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.   Drama lama / drama klasik
         Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Contoh :
Wayang adalah drama yang pemainnya boneka wayang, baik wayang kulit, wayang orang dan lain sebagainya.




Puisi Persembahan Dalam Syair Menggapai Cita-Cita & Impian Orang tua

Karya Ismira

Ketiadaan dan Kekurangan
Bukanlah Menjadi Penghalang Buatnya untuk tetap berjuang
membantu kami dalam menimbah ilmu..

Ayah, Ibu...
Engkau Pejuang Sejati
Walau Terik Matahari Membakar Kulitmu
Walau Hujan Mengguyur Tubuhmu
Engkau Takkenal lelah dan terus Berjuang untuk Kami
Agar Tetap Melanjutkan Pendidikan hingga keperguruan tinggi..

Ayah, Ibu.....
Jasamu Takkan Pernah Kami Lupakan
Tak Sedikit Air Mata dan Keringat yang Bercucuran demi Kami
Agar Tetap Menyelesaikan Studi....

Ayah, Ibu ....
Hari ini semua telah terjawab
Apa yang telah Engkau Cita-Citakan dan Impikan Buat Kami
Telah Kami Raih dan Wujudkan Untuk Kalian...

Ayah, Ibu...
Kami Bangga Memiliki Orang Tua Seperti Kalian
Walau di Usiamu yang Senja Tetap Senyum dan Peduli
Terhadap Nasib dan Pendidikan Kami
Terima kasih Ayah,
Terima kasih Ibu
Engkau adalah Pahlawan hidup dan pendidikan Buat kami semua....

Jumat, 25 Mei 2012

Kumpulan Sastra Lama Muna

Kumpulan Sastra Lama Muna   

    Oleh: Ismira Yanti (A1D1 09 039)

1.    Pantun
     1)    Pantun muda-mudi               
             Mafusau sesau-sau
             Pughuno tane tampano
             Ane ihintu megau-gau
             Dopobisara samotompano

                     2)    Pantun anak-anak
                            Aekasuu kenta buntati
                            Tanokona wandiu-diu
                            Aworada dopokamunti
                            Wora anahi dopogolu
  
        3)    Pantun jenaka
               Akalamo temasalili
               Apansuru tekambo-kamba
              Awulemo tigho alili
                Mina awora kalambe komba

                               4)    Pantun nasehat
                                        Sia kadea bhe ngkahumalo
                                        Dokalaghoo ngkaese-ese
                                        Ladhangka ane omoghosa lalo
                                        Bhe daomoolifiko paise

2.    Syair
         •    Akalamo we mawasangka
               Pansuru dua we kambaara
               Kotughu dua mbadja sumangka
               Pada dolera suli dombara
                                •     Aeuta kapaea
                                       Kabhilahano eda tahunda
                                       Kalabhihano eda kapea
                                       Rampano sintu pada ohunda
         •     Amonimo te kadhariha
                Pansuru dua tendo ansadha
                Wangkuni koemo nsadha
                Inodi padamo agha

3.    Mantra
           •    Mantra pada saaat memutuskan benang
                  Saruna-runa
                  Batuna rasulullah
                   Bismillah

            •    Mantra kaasi yang digunakan sebelum tidur.
                   Maimo takoeaka
                   Maimo tabhanguaka
                  Takole taroamia
                  Tabhangu taroamia
                  Wasimbali omora hulaku ini anu
                  Mak mombaka moma
                  Maka omiru molodho
                  Bismillah

              •   Mantra kaasi yang digunakan pada saat turun tangga.
                     Aleko
                    Abheroko
                    Sembali paise omangkafi iamu bhe amamu
                     Maka paise omangkafi kanau
                     Sembali paise omaasi inamu
                     Maka paise omaasi kanau
                     Bismillah

4.    Karmina atau pantun kilat
          •    ‘Okalabhino-okalabhino bhela laloku’
                 ‘Bhara amafa-amafaangkomu

5.    Bidal
         •    Anahi amaitu neghawa
                Bhala bheka
         •    Suanano nosape, kemano neala


6.    Talibun atau Kantola
         Talibun dalam bahasa Muna disebut kantola. Kantola adalah salah satu bentuk kesenian masyarakat muna yang sangat tinggi dan digemari oleh masyarakat Muna dan jaya pada masanya. Kantola adalah sejenis permainan tradisional , dimana para  pemainnya berdiri berhadapan antara pria dan wanita. Mereka berbalas pantun yang di awali dengan irama lagu ruuruunta atau ruuruuntetea (Yock Fang,1993-1995).
Kantola di daerah Muna ada yang genap barisnya dan ada yang ganjil. Jadi syair kantola tidak mementingkan baris tetapi tergantung si pelaku dan bisa dikatakan sebagai talibun yaitu pantun yang jumlah barisnya lebih panjang.

Contoh talibun atau kantola ‘
               Kowala te wakaoma nsumolo-nsoleidi
               Mombeleane kamponisa
               Mekataa-taa wangkuno
              Bhahi kawu sala-sala, sala-sala nokooe
               Mulugho kampealai aongkadoghoo hae
               Maka ane kowala kanae
               Kilateno kakebhano nohamai-maianemo
              Ane mpuu radhaki
              Dukuno lalono mbadha
              Ngkonau aghumawae


Keterangan:
         Di daerah Muna, penulis tidak menemukan puisi lama jenis gurindam dan seloka. Hal ini karena dalam kebudayaan Muna masyarakata lebih banyak menggunaakan sastra lisan jenis pantun (kabanti), mantra dan bidal atau yang lebih dikenal dengan sebutan syair kantola atau nyanyian kantola.Kabanti atau pantun ini masih sering digunakan terutama dalam lagu-lagu yang bernafaskan gambus. Sedangkan mantra hingga kini masih digunakan sebab suku Muna menganggap mantra mengandung kekuatan magis yang dapat melindungi diri. Lain halnya, dengan kantola ini memang sudah jarang sebab hanya digunakan pada acara-acara tertentu.


******************************************************************************
A.    PROSA LAMA 
 
          Di daerah Muna banyak sekali cerita rakyat tetapi hanya sebagian kecil dari cerita-cerita tersebut yang dibukukan. Sedangkan cerita-cerita lainnya hingga saat ini tetap menjadi cerita yang diceritrakan secara turun-temurun.
Beberapa cerita rakya Muna yang termasuk dalam prosa lama yaitu:

1.    Hikayat Tula-Tulano Ratono Fitu Ghulu Bhidhadhari
 
      Anaghaini te wuna dosampumo fitu ghulu bhidhahdari ne wiwino laa fotuna rete. Wakutuno dosampu, omputo wuna ladhe Husaini (amputa sangia) nando  nekadiu we laa anagha. Bhidhadhari ii miina damandehaane bhe mekadiono ne laa kasampuhana maitu. Nopandhanda kaawu dosampu omputo sangia kansuru nekakope welo karumbi. O bhidhadhari kansuru delembisi bhadhunda maka dekadiu. Pada dekadiu da sukoma tora pakeainda dasumuli te kaltehanda. Gara noombamo omputa sangia nomaiga ne katebunihana, nekansuru we wutonda bhidhadhari anagha maka neintara semie. Nohisaramo omputa sangia, ihintu koemo hora, rampana soaembaliangko mieno lambuku. Lahae notuduko asampu ne liwuku ini. Aesalo maafu, ane mobhalakanau lalo, runsa kanaumo ahumorogho. Inadi paenambali miene lainbumu rampaghano miina akokoro pede manusia bhainda. Ane orunsakanau madaho aesaloangko nekakawasa namaangko anahi samokesano pede inodi. Nofetingke tolano wamba bhidhadhari aenaagha kansuru norunsaeline nahumoro. Omputo sangia momponamo nogaa taaka miina nokoana.
       Seha-sehae kaawu omputa sangia anarobhineno nobhalamo taghino. Salentehano anahi anaagha kapasoleno pasae daano bhidhadhari karakono we laa. Taka anhi anaagha miina dua nokokoro. Anahi anaagha nofoneane wadhe Kamomono Kamba. Ghuluhano sebera manusia sebhera tora nembali ghule. Anea neano adhe wuna, wadhe kamomono kamba nohende nembali kalambe mongkera pedamo dua adhe wuna nembali moghane mpavale.
     Ompute sangia anahi robhine bhe ana moghanenda dotekabhalae wela kalalaesano lalanda. Dhobhari anainoghane tumangkuno wengkaretenda omputa sangia somefenagho tungguno  cakarete. Nohalimo lalono omputa sangia sampahano nopandehaane kalambeno miina nokokoro peda kalambe seegahano. Omputa sangia nomaintemo kambano. Peda kaaawu anaagha notolamo nekakawasa sia-siamo ananda anaitu panaewanta umurundo. Nasehasehae nosakimo anaagha meghanehi itigho kumalano nobhatala mo lalenda wadhe kamomono kamba do koburue te wadalau (wasolangka).
      Somateno wedha kamomono kamba nomoisamo adhe wuna. Adhe wuna ini miina intigho nolimba wengkaroto. Rampahano noambanogho wutono. Welambu ntigo nosongku nekalambehi melateno welo lambo nofetingke kaawu pede anaagha diuna adhe wuna, omputa sanngia nobhasimo ponggawa hina doneatigho namolimba adhe wuna neliwuno wuna. Dokalamo dempali-mpaline adhe wuna te wiwina tehino mantobua bhe dopobhangka-bhangka. Peda anaagha adhe wuna doghuluane wololia newiwino tehi wakorumba. Lia anaahga nolona te kulisuru. Nofetingke bhiritano adhe wuna noghulu te maluku nekansuru te seram, maka ne late te kabhawono anaahga. 

2.    Tula-Tula Beteno Ne Tombula

       Tandi Abe anano raja luwu. Tandi Abe sewakutua tano balamo taghino. Rato defenae Raja Luwu ambano mina namandehanea moghane lahaeno mo balano taghino Tandi Abe. Niworano kaawu Tandi Abe saje o kila, maka pasaemo bersetubuhnoa, taka mina nae wora hula.
       Akhirino Raja Luwu nombano. Tandi Abe dofolapae we tehi. Madaho namate nofumae kadadino tehi dofosawie ne palangga. Waktu nokala nobero-bero kapusulino. Rakyati nobelaane lalo sampe doangkafie donono deowa be katokano kampanaha sepasa be kasongkono sere kaforoghuha do sawi ne palangga. Seghonu no rato se wolio, limaghonu no rato we loghiya nokonandono lima ghonuno.
Pada aitu do worae we napa me fonotino patujundoa ingka o bangka takapedahae ingka ne ngkonu kabilanga katoa. Dokala doghondae ini gara ingka o katoa daano be mieno we lalo nobala taghino. Akhirino nokolelemo tendo kolakino wemelai. Kolakino wamelai dokonae dua mojino lele. Tae lambu balano mojino lele notududa dae forato lele notududa dae forato mie be La Katumende.
    Kolakino wamelai notududa dasumampu daghumondoe, dakumampie, damampe teini. Rato dakumala damalae doangkamo detandoane tumbula so kasughuno. Dalako koronoa tumbla nofokoadede” ghagheku” dolakoe labuntano nofokoadede “labuntaku”  dolakoe tegholeno nofokoadede “fotuku”, taka mina dae wora hulano mie. Akhirino tade paksamo dolakoe so kasuhgu mhalahemo ingka nadae wora mie ingka ta’o suara, pada aitu dokalonemo.
      Rato kaawu dosughuanemo Tandi Abe. Pada aitu doampe te lambu balano dopoghawao kolakino Wamelai. Dokolambuemo Tandi Abe. Wolo kolambu se alo,ora alo, tane alo-alomo dua kabilahano korondoha tado wora mina be ghotia, orr tado woramo mina be oe. Tado fetingkemo me kadiuno taka mina dae wora mie. Akhirino sewakutua do solai’e bahi ohae. Niworando o kila, nokokila lagi walo kolambu Tandi Abe, nomaigho ne kasuhgu tumbula niteindo te ghahu.
       Dengkoramo kaawu mie bari doghondoemo bahi ohae kokilano maitu, ingka kabilahano ghoti be oe tano wolomo. Dongkoranemo liwu mate-matemo dengkoranemo nofolahirimo wutono, maka netepandahaghao anoa moghaneno Tandi Abe, Zulzaman neano. Neano te wuna beteno ne tombula, mbalahaemo sajea no maighono we losono tombula. Anando rodua, anondo balano neano Runtu Wulou, anando seiseno neano Sugi Patola.
       Rato rafulu taghu kaawu, domusaywaramo be Tandi Abe, nofenamo bahi namangku namoni te luwu. Nofenamo Runtu Wulou” ae afa nagha te luwu” Tandi Abe “ omoni oghumando a wamu te luwubahi nandoe, Runtu Wulou” barangka o maksa kanau omu asumakala”. Runtu Wulou nohundamo nomoni te Luwu , dosabangkae dodidima dopopa boseno, semie sabangkano neano La Tosari.
Noratomu te Luwu ne tembamo pada ne tembe nofitingkemo Raja Luwu, maka netududamo mie dasumampu daghumondoe bahai ohaeno we napa. Dorato kaawu mie, doforatomo.Runtu Wulou nobisaramo” insaidi me tembano”. Nobisaramo tora mieno Raja Luwu “ kumamo ampa nahamai itu?”. Nobisaramo patudjuno Runtu Wulou ne mie aitu bahwa insaidi ini tamoni dua tamoghawao Raja Luwu. Oo..barangka dopowaanamu itua, nobisaramo tora Runtu Woluo” runsahano paghindulu omomu , tamburumai insaidi.
          Nampahano dorato katudu, andoa doratomo dua be La Tosari. Pada aitu nefenadamo.Raja luwu “ omaighomu ampa nahamai?, ambano Runtu Wulou” maighono we witeno wuna. Nofenaemo Raja Luwu patuju no, ambono Runtu Wulou “ tae mpali-mpali kaawu dua”.Nopadamu kaawu kawulendo de salomo doforoghu. Pada aitu dealanda sere mo kesa-kesahando . Runtu Wuluo nobisaramo” paa roghua ne sere aitu idia bahi taa bala rampahano soano kaforoghuha mania itua, meala kasami kaforoghuha sigahano. Dealanemo tora, sereno no kesa tora. Runtu Wuluono bisaramo tora  “ paa roghua ne sere aitu, bata abala (rampahano). Dofendua tora dealane , mina namindaloea na roghu , be nobisara” soba meala kasami kaforoghuha sigahano bahi Pkaghua, ataune hae. No bisaramo mieno Raja’’ minamo kaforoghuha sigahano” nofetapamo Raja maka nofenae “ minamo bahi kaforoghuha sigahano. Ambano nando taka nomponamo dopoke. Wakutu anamu nifokala we tehi. Raja Luwu “ alaghaomo kaforoghuha aitu.Doalanemo sere anagha, maka doghomesie, dofokatie-tialie, maka dufoteigho oe, maka dowaane Runtu Wulou. Runtu Wulou noforoghumo pada noforoghu nealiane kasongkono sere niowano Tandi Abe rafulu taghu labino. Maka nosongkoghau.
          Pada aitu aitu Raja Luwu nefolimbamo kampanaha. Runtu Wulou no bisaramo , “ na taepana ne itu “. Rampahano aitukaepanahando kamuokula”. Pada aitu dofolimba kampanaha sigahano, Runru Wulou saje nokiida rampahano kampanaha amaitu kampanahando mie balano (kamukula). Tolu paku kaawu tora pada aitu nofetamo Raja Luwu” minamo gara itu kampanaha sighano?, ambani nando kolaki, taka dopakea rafulu taghu, nando be anando nifokala we tehi.nobisaramo Raja Luwu waghaomo aitu. Doalamo tora aitu, maka doghomesi fekatia-tialie, pada aitu dofokisinihiane katokano kamapanaha, gili , karoo, ghefi, kajambiri, bea, tabako. Pada aitu dowanedaamu Runtu Wulou dohundamo de pana. Pada de pana notei ane tora kasongkono . kabilahanda pada doukurue. Raja Luwu nafenando tora” sa katughono hintumu ini maghono nahamai? Ambano Runtu Lulou “ maghono we witeno wuna. Maka lahae kamukulamu?, dokonae sangke palangga. Kamukulamo moghane? Ambano dokonae beteno ne tombula. Raja Luwu” neano sigahano lahae? No bisara tora Runtu Wulou “ mina naenturu dokonae, taka afitingkea neano Baizulzaman. Ane komukulamo robine? Dokonae Tandi Abe. Pada aitu dopokakopomu, ambano Raja Luwu “ ingka awaku gara hintiinia. Aitu melatemo teini. Inodi akosakimo kuasaku inia amotorima angkoema ne hintu. Pada aitu Runtu Wulou nembali Raja Luwu.

3.    Kisah Tula-Tulano Saidhi Rabba

     Dhamani wawono, nandomo katudu maighono we witeno Arabu dorudua sye’mbali fofogurughono dhalangino kaIslamu maananoa ne witeno wuna ini. Neando Sye’ anagha, semie neano Saidhi Rabba, semie neano ne Wolio inia dokonae Bhatua poaro. Kandiho dokonae Bhatua Poaro rampano noere maitu noangka bhatini. Dhadi neano sakutughuhano we witeno arabu dokonae Abudhu Wahidhi.
Dameremo kaawu Sye’ maitu dopobhotumo deki. Aitu welo kabhotundo maitu, konae tana siwa wula siwa gholeo dapoghawamo we witeno Wolio. Dhadi nofenamo Saidhi Rabba ini, bhahi dahae sodapotandaigho mada kaawu. “ aitu sadapoghawa kaawu, aekabusaki hulamu, sa omeena kanau: hintumu itu sabhangka? Amohundangko kereku, maananoa indimo itu.”
Pada kaawu dobhotu nagha doeremo. Saidhi Rabba noerea nosawi nekapusuli, rato Abdhu Wahidhi nomate.
     Dhadi welo kaereno nahga Saidhi Rabba inia nope we napano Walingkabola, we napano laghontoghe, welokamutugha we liwu ngkodau. Nenaghamo bha-bhano dhalano kaislamu ne Wuna ini. Nofoguruandamo kaIslamu miehino aghontoghe ini, fogurunda alahano aendo bhe alano wakutu. Dopokapo-kapoimo dua maanano mieni liwu mbali defoere masigi so kasambahayaha liwu.
Dahadi wakutu anagha tae wuna noparintae nikonando Sangia Latugho. Omputo Sangia Latugho. Dahadi, nodhalano kaislamu ne Laghontoghe ini, tae Wuna minaho damandehanea. Kawu anagha Sangia Latugho ini nopoghaumo, saolonoa mina bhe kakaeno Saidhi Rabba ini, gara nando dua kakaeno.
      Dadhi noambanoanemo dua pogauno Sangia Latugho ini Saidhi Rabba. “ ane peda anagha Sangia, meala oe akumadiugho mieno lambumu aini”. Dealanemo oe Saidhi Rabba ini mbali nokadiu mieno lambno Sangia ini. Pada kaawu nokadiue maitu mieno lambuno Sangia inia, kansuru notibhali pasaeno kalambe kabua-bua.
      Pada anagha nebasandamo dhoa.”aitu ghoghondo kanau Sangia. Tontokanau bhahi nehamai noturu luuku. Barangkaa batumuru ne suanaku, naseturu mananoa so moghane anamu. Barangka notumuru korawetahae, maanano okoanagho kolopo, moghane bhe robhine”. Dadhi wakutu notafakuru nebasa dhoa nagha Saidhi Rabba inia, notontoe Sangia Latugho ini nopoangka noturu luuno matano Saidhi Rabba ini, ne suanano. Aitu latugho ini. Nopohaumo Sangia Latugho ini, konae nesuana tumuruno, ratunu nopoangka.
      Nopogaumo Saidhi Rabba ini: aitu pedamo nipogaughoku anini, dhadi mada kaawu anaomu omoghane darudua. Aitu akumonadhomo idi neando. Dahadi oisa amokonae Hasani, rato oaia amokonae Husaini.
      Dahadi nofogoruandamo dua kaIslamu Saidhi Rabba ini tae Wuna. Nofoguruandamo ngadhi maanano, sambahaya, bhari-baharie dhalangino ka Islamu nofoguruaanda. Defoeremo dua masigi te Wuna maitu. Norato kaawu tantunowakutuno, maanano kapodhandihano bhe Abudhu Wahidhi ini, tana segholeo Saidhi Rabba inia eremo no Wolia so napoghawagho bhe Abhudhu Wahidhi ini.
Maomo dua anagha, nerunsa nopoghau Saidhi Rabba inia, konae nifogurughono ini maananoa kulino kaawu kaIslamu, mada kaawu nando semie Sye’ tora sabhangkano sorumatono we Wuna ini somoguruanda ihino kaIslamu. Nipatudhughonomo Abudhu Wahidhi.

4.    Legenda Kampo Motonuno

            Dhamani wawono ne liwu wuna nomai omiehi, kabarindo nando tolufulo lambu be dhe rato we sorirno Mantabua neano Meleura. Andoa itu domai be bangkano semi-semie. Ampa karatono andoa we soririno kaghotia Meleura andoa dekansuru dopoghawagho kolakino liwu Mantobua. Daefenada kolakino liwu” hintuumu ini lahae be omaighomo ne hamai ?”, miehi moratono dobalomo“ insaidi ini mieno wadjo tipandehao kalateha mani,nehamai bekadadiha mani neitu kalateha mani dua,nentela we soririno tehi kansuru. Ampahi aitu ohamba-hamaba kasami oparampo we tehi tighomepongkono we tehi. Sababuno, insaidi tafilei we kaleteha  manibhenina depandahane ampa aitu insaidi tarato we kaghotia Meleura. Maka insaidi tamai so taemealai sosonomo insaidi daehunda kasami taelate we kaghotia liwu aini. Kolakino liwu Mantobua nopoghawu “ naembali tamaka hintumu we kaghotia liwu Mantabua aini , taka ihintumu panambali opoghatimu be miehi welo liwu aini, manano tabea dapotulu-tulumi so paralu welo liwu aini. Ihintu meangkafie”. Miehino wadjo itu dobalomo “ ampahi aitu insaidi pada dofotingke hamaikabisarano kolakino liwu, dadi haeno mbalino khaneano we liwu aini minabali insaidi tapoghati wutho”.” Ane pada aitu nombali bahi hintuumu melatemu neini”, wamba kolakino liwu. So katokano lambu, hintumu nombali otugho sau we kaghotia Meleura. Fetingke poghawuno kolakino liwu aitu, mieno wadjo kabaruhindo, be nofealai nasumuli we kaghotia be patudju so delate we kaghotia Meleure
         Saratono andoa we kaghotia, andoa dokalamo detugho sau we tampa sokarabuhano lambu. Ane so kahumaahando minaho nombali masalah, rampahano andoa de owa kabakhu nopataane. Toluwula andoa delate we kaghotiano Meleura, andoa padamo derabu lambu setahono so andoa Gholeo nombali wula, wula nomabali taghu, nompona-mpona khaawu andoa dua dopandehanemo degalu insuano khaaawu de kabua. Pada aitu, andoa dua domooro kapa hasilino katisando kapa domoisa. Hamai kaworando ne mie sighaano, andoa dua de sobaae ampa kaghosando andoa.
         Tampa kalatehando andoa aitu nanumando sekilo maigho kaghotia Meleura. Nesoriri tampando delate nando seghonu mataoe, nehamai miehindo liwu Mantobua daeala oe so kagauha be so kaforoguabe neitu andoa aini deala oe. Nompona kaawu ando delate we tampa itu, ando minamo dewora goti. Tamaka andoa dopotudju doghondohi kaghotia sighahano rampano minamo dotaa dadindo. Sewakutu-wakutu andoa tigho dofefena ne miehindo liwu Mantabua, sehaehadae kakodohono liwuno wuna maighono we bara bhe matanogholeo kaghotia. Noforantoda ando dokala be dekala-kala maka segholeo sealo.
           Nando suatu gholeo, andoa dethudo the popa mie so kumalano meghonono kaghotia sewetano liwu wuna bhe deowa baku ampa sokaratohando bhe kahundano kolakino liwu Mantobua. Rampano andoa minano mandehane  dokansuru kanandono maka anda dorato we kaghotia bara liwu wuna bhe dokala-kala ragholeo sealo. Mina nokadoho ampa we kalatehando dolodo, nando segonu mataoe pedamo laa dokonae “ Wula Moni” . sealo andoadelodo wekaghotia itu maka dosuli rampahano bakundo nowolomo, minamo deghawa kalateha mokesano neitu. Dorato kaawu we kalatehando andoa dobisaramo ne sabangkahindo,we kangkahando  mina deghawa we kaghotia bara liwu wuna.
Wakutu miepopano kathudu aitu dosuli, andoa doala oe we “ Wula Moni” we kaghotia bara liwu wuna so kaforoghundo dosuli we kaghotia Meleura. Oe aitu mina dofoghunsaie welo kakalahando. Andoa kansuru dohobae welo kaintehano oe kaforoghua we lambuno semie maighono katudju aitu nopokansagho bhe oeno Mantabua. Noando fokogindu,padakau oe wula moni de hobae bhe desampurue be oeno Mantabua, minanompona nokoolumo lani, minanompona tora noghusemo bhe noghosa kawea, gara wakutu aitu nando wulano gholeo. Fitu gholeo, fitu alo guse aitu minaho dua nometumpu bhe kaghosano kawea, semie nokala nofena we kolakino liwu Mantabua  guse patamentohono bhe detula-tulaane pakatandahano dorato domaigho dogondo kaghotia bara liwuno wuna, andoa de owa oekaforoghu domaigho we laa” wula moni” so bakundo doroghu we kakahando dosuli taka mina nowolo, bhe labino desampurue be oe kaforoghundo nomaigho we Mantabua aini. Padaaitu insaidi tahobae nomaimo gus be kagosano kawea.
     Pada kaawu aitu mieno wadjo itu nokopuna be nowamba-wamba be kolakino liwu, nampona-mpona  nofetingkemo birita kalatehando miehindo wadjo we kaghotia Meleura notondumo. Birita aitu norato we liwu, kolakino liwu kansuru dokala dogondoe, gara birita aitu nokotugu. Sakabarihe lambuno mieno wadjo bhe rakyatino notondu ta mie kumano meowawa birita we kolakino liwu patametunduo. Kampo metonduno aitu nombali laa dokonae motonuno . pada aitu kolakino liwuMantobua noforatoemo rakyatino panamabali dosampurue raahula oe nahha.

5.    Sage “ Kinoliwu” oleh La Ode Ngkoda

          Okinoliwu ini nokoanaghoo Adhe Anaana. Adhe Anaana ini noowa-owae inano wela ghaibu setaghu-setanga. Narato nolente segholeo omuruno nofumaamo sekontikalei, regholeo rakonti, tolugholeo tolu konti, fatogholeo fatokonti, lima gholeo lima konti, nokapo fitugholeo nofumaamo sewili. Nokapo sewula nowolomo kalei weloliwu. Pasina nofumaamo pae, semula sekadu, rawula rakadu, toluwula tolukadu. Norato setaghu nosombamo idjano bhe inano. Noforompumo raeatino liwu idhano. Notududa daetugho pughuho bhake nhalano, nopula kaawu dotudumo Adhe Anaana nakumantafee, mate-matemo nopula nokantafee Adhe Anaana. Mate-mateno dosuli doforatomo idhano ambado nomatemo Adhe Anaana. Pasino dopoalo anemo. Noratomo efituno nando de dharusu kuraani gara noratomo Adhe Anaana bhe katongkuno sauno, saratono noghoroe tewiseno kamalin idhano. Ghoti kagaundo nagha nopadae nofumaae bhe popomaano. Norato fitugholeo nosussa anemo tora idhano. Notutudamo tora dae bhalole kantusangia, maka dotutu Adhe Anaana. Nakumantafee we panda. Mate-matemo notaburie ambado namatemo Adhe Anaana. Dopoaloanemo tora ndoidhano bhe inano. Nando dedharusu kuraani noratomo tora bhe katughuno sauno. Ghoti kagaundo nopadae tora nofumae Adhe Anaana. Nopandadehaomo kaawu lalono norakue idhano neferabumo kapulu fitu rofa kawera, fitu rofa kawanta. Nerabu anemo bhakuno, fatoghonuu ghunteli. Nokoka kaawu bhakuno nokalamo.
           Fatofulgha maka nofumaaae bhakuna, nofumaae sepaku . mate-mateno norato ne seghonu liwu nopogawa ghoomu Adhe Meholotono Girisa, pasino dopoangkamo dorudua. Pasino nofeenamo Adhe Meholotono Girisa, ambano dakumala nehamai ini. Tadakumala amba Adhe Anaana sara moghane. Gara dopoghawaghoomo tora Adhe metampano Bhoru. Dokalamo tora dototolu. Gara dipoghawahgoomotora metampano Ure, pasino dokalamo dopopaa.
       Dorato ne tompano napa gara sabhangkano totoluno nabhe mandeno lumenino. Adhe metampano Ure nokoloe, Adhe Mebunatino Bhoru noghatie ne suanano, Adhe meholotono Girisa noghatie ne kemano. Pada aitu noforatodamo ambano ghondo-ghondo kaetamu teewise nobhari kenta sori. Gara doworamo kenta sori, dobisaramo okenta sori Adha Anaana. Tana pefitu rofa kakodhono nobheraemo nofetolu bhera. Notudamo daeintara sebhera semie. Gara doratomo neenapa ini nopula kamalinoa kino liwu. Adhe Anaana tobisara , okamali rumatono wa ompu dopopaa, semie sebhera deintara kenta. Pasino semieno neintara kaplu fitu metere kaware.
          Soba kalaghondo kaetaamu domaighoo naini. Gara norato dobhasida ambado nada kopaea. Dosulimo tora doforato kinoliwu, ambando mina dakumiido waompu maka miina dakopakea. Daewa andamo pakea, abhadhu , obheta pada aitu dofonimo. Afetingke bhiritano ambaamu nohali dedea bhe damowanu kamaliku ini. Umbe waompu ane bhe katulu mino kasemie-miehano. Defealamo oe ne bhalobu kapute maka noferebua, pada aitu nolikimo lambu fato-fato walae. Dasimopi-mopiloha waompu mahingga intaidi. Mate-mateno dopilo nosiduane pundano sori, mate-mateno nowula kinoliwu gara kamalinno nowanumo. Pasino nabisaramo kinoliwu , kalambeku dopopaa ambano tamepilimo so sakawimo. Gara adhe anaana nokiido, nofokawimo Adhe Meholotono Girisa. Amba Adhe Meholotono Girisa daerabu katandai, detisamo ntanga-ntanga, amba  Adhe Meholotono Girisa ane naleleu roono maighondo kanauumu aosaki itu. Dopolimba ghoomo tora tehi, gara nopula tora lambuno kinoliwu. Nofowanuemo tora Adhe Anaana, nosidu ane labuntano sori neintara Adhe Mebunano Mboru. Kinoliwu nagha anano dototolu, nofopiliemo gara Adhe Anaana nokiido nakumawi. Nofokawimo tora Adhe Mebunano Mboru. Pada nofokawi Adhe Mebunano Mboru dokalamo dorudua. Gara amba Adhe Mebunano Mboru daerabu tora katandai ontanga-ntanga, ane nalleu roono maighondo kanauumuaosaki itu. Dopolimbaghoomo tora seghono liwu gara nopula tora kamalino kinoliwu, nosidu ane fotuno soritantadeno tora. Gara okinoliwu ini dorudua tora anano. Nofopilidamo tora kinoliwu. Gara Adhe Anaana dokiido tora. Nofokawimo Adhe Metampeno Ure.    Derabumo tora katandai. Pasino nokalamo nomoisa gara noratomo seghonu liwu nowolomo mieno nopadada gurudha. Nopalikomo liwu anagha nomaigho te tompaampa we setompano, gara mieno nowolomo domate. Pasino nofonimo telolambu ne tepa ganda. Gara naando wuntano netepa ganda noratomo kamokula robhine. Aesalo mpuu dhe Anaku insaidi ini laokawuno nopada kasami gurudha. Aotehi ghoo gurudha amba Adhe Anaana. Nofwono mie gurudha nosampumo nomaigho te lani nopee te wawono sau fato mitere kalangkeno. Noalewi ane kapuluno nosampu ngkaale-ale, pasino nofonimo tora netepa ganda. Nobisaramo tora kamokula anagha ini ambano nopada kasami gurudha. Gara nolimbamo kalambe kapasole nomaigho weloganda. Adhe Anaana nosipuli. Nobisaramo kamokula angha kaasi ana rambigho wulu fotumu kolaki itu, hadaeno somu sakawimo. Napeompulu meniti nosadaramo Adhe Anaana. Soba Wa Ina meala kaeta oe ne bhalobu dokadiugho liwi ini bhahi dodadi komate-matehino. Neferebua oe maitu nokadiu liwu notanda we tompa ampa we tompa. Pasino nosulimo we lambu kafonihano wawo maka netepa tora ganda. Gara defetingkemo suarando mie, oanahi, okamokula, oanamoghane, okalambehi. Gara kalambe maighonoo weloganda nagha anano kinoliwu. Dofokawiemo be Adhe Anaana pasino Adhe Anaana dosankeemo nembali kinoliwu.
 
6.    Dongeng Jenaka” kabore-bore”

    Nando djamani wawono,ne karumbu, noando robhine be anano moghane. Anano ait dokonae Kabore-bore. Ina be anano aitu noasi ane late ne itu.
      Nando suatu gholeo, Kabore-bere nokala we karumbu, patujuno notado tando. Kabari tandono, nando ompulu maka notaghoe kosibarahae. Regholeomo, Kabore-borenokalamo nokalamo noghondo tandono. Gholeo aitu, kabore-bore be radjakino. Kabari manu kampo nekona ne tando. Kabore-bore nobaru sepaligha. Taka mina nopandehaane ghuluhano mano kampo aitu, maka nofofilehie kosibarihano manu kampo. Maka nothudue no kala we lambuno so nosalo kaforoghu ne inano, ambano “ afofileangkoe maka kamesalo foroghu ne inaku” ambano Kabore-bore ne mano kampo aitu. Taka,ahaeno mombalino manu kampo aitu nofileimo we karumbu.
        Pada aitu, Kabore-bore noforatoe inano nobari mano kampo nerako, ambano inano “ nehamimo mano kampo aitu”. Nobisaramo Kabore-bore mina nomaigha ne ini no salo kaforoghu ne hintu ?
“wah, soano pedaaitu kone, mada kaau tabeadatumapue.
        Naewine tora, Kabore-bore nokala we karumbu. Norato welo karumbu, Kabore-bore nowora lambunoani. Minamo nokofikiri wanta, kansuru nokoboe. Kosibarahae oaini aitu domamara, Kabore-bore dosiae sampe hula be fotuno no kowiwio.” Eee! Soano peda aitu kone! Tabea dakumantunue” amba ino.
          Aini tora Kabore-bore nokala tora we karumbu beneowa solo. Nakodoho nokala noworamo rusa nolodo. Maka fokarimba-rimba nokantunue. Rusa aitu nokoghendu maka notende fokarimba-rimba. Noforatoe tora aitu ne inano. “ eee, soano peda aitu kone, tabea dalumoghae” amba inano.
Gholeo madakhawu, Kabore-bore nokalamo tora we karumbu be neowa kalogha. Mina nokodoho be aitu, nomora omie dopoghiira. Mina nokofikiri ne wanta, Kabore-bore kansuru nologhae mie poghirano aitu. Dosimateha korudhuahae. Nekapunane tora ne ianano. Dadi inano nososoane podiuno anano aitu. Maka noforatoe tora panaembali mie poghirano dalumoghae tabea dopoghatianda.
“umbe!” wambano Kabore-bore.
          Newine tora, Kabore-bore nempalipali tora we karumbu. Mina mompona noworamo tora kadue doko tandu. Notifehulai wambano inano, anenewora poghirano tabea dopoghatiando. Maka. Kabore-bore napoghatiandakadue aiu. Taka noka meri-meri, Kadue aitu notamdomo Kabore-bore aitu . Dadino aitu Kabore-bore kansuru nondawhu maka nomate. Matemo Kabore-bore. 

7.    Fabel Obeka be Wulawo

     Djamani wawono nondo sehulu obeka robine taka dosunsae moghaneno ne soririno  karombu wakutu aitu obeka robine aitu nando nobala taghino. Padamo nolente anano obeka aitu minamo nokala gondohi kafumaaha, rampahano nodganie anano. Nifumaahano kampona aitu kadadi-kadadi karubu pedamo wulawo bhe manu-manu karubu moliuno  we kalatehano obeka aitu.
Padamo nobala anano obeka aitu nofekirimo, nombali hadae arunsae anaku maka akala gondohi kafumaaha we tamapa sigahano rampahano kamponaha aini minamo aeghawa kafumaaha. Wulawo minamo noliu netampano. Obeka aitu nobotuemo so gondohi kafumaaha we tamap sibahano be norunsae anono moisa ramapahano tampano aitu fekirini no amani. Pada norunsae anano nopesuamo welo liwu wakutu norondomo gholeo, noliumo ne soririno kantaruma omanuno miehi liwu patudjuno. Kansuru norakoe seghulu maka nofileimo rampahano nofehingkehimo mefebuhano omanu aitu. Obeka robine aitu dohambae miehino liwu.
    Noratomo maigho nosibu omanu, noworamo anono nomate. Pada nofumae kaalano aitu. Nokalamo gondohi haeno mepongkono anono. Ane jmepongkono kadadi karubu maka anoa moisa naepongkoe, taka ane kadadi mepongkono anono kabala maka noforatoe  ne okadue rampahano okadua wakutu aitu nombali radja. Obeka aitu nogondohi kansuru haeno mepongkono anono, wakutu aitu noworamo orusa nopunda-punda be notende. Obeka aitu kansulu noforatoe okadue  ane anabo nomate nofindahie orusa.
    Oradja noparintangie orusa rampahano noando kafaraluno sepaliha. Waktut no rato orosa nobisaramo soano anoa mepongkono anono obeka. Anoa no punda-punda be notende rampahano nando manu-manu nopatopato osahu maka konahinke okaewa norato. Oradja nobasimo tora manu-manu, manu-manu aitu nobisaramo tora soano anua mepongkano anono obeka, anoa nopatopato osau rampahano  nando ondau nopotalala we wite melangkeno dopake badju kapute konahinke  nanumando pogira-girano welo liwu.  Radja dobasiemo tora ondau.
      Radja nobisaramo noafa ondau nopotalala we melangkeno maka nobalomo ondau  rampahano obiku nogonto lambuno fekatangkatangka konahingke nando pogira-girano we liwu. oradja nobisaramo ane ondau mina nohala. Dobasiemo tora  obiku, dofenaemo noafa mengontoe lambumu fekatangkatangka, obiku nobisaramo, ambano agonto lambuku rampahano kalapiti notenbe be kaloghano konahingke nanumando pogira-girano rampahano wulalo  notende bhe nokohide-hide, nobisaramo wulalo ambano norabu peda aitu rampahano notehi obeka. Obeka nopongko kansuru maka nofuma wulawo pedamo kafemata kamukula wawawo.
Katudjuno radja nobisaramo ane norabutora pedaitu obeka  maka obeka dotorongkoe. Nobalomo obeka ohae maknano dotorongkoe ane anoa madanamatemo. Maka dotorongkoemo obeka bhe dodjaganie kansuru.  
       Patamo tolutaghu obeka   dotorongkoe maka dofolimbaemo. Wulalo noworae obeka dofolimbae. Wulalo aitu bepatudjuno so nosalo maafu ne obeka taka wulalo sigahano nokido , nompona kaawu andoa dokalamu salo maafu ne obeka rampahano dokohengke nomandamo. Wolalu noratomo tewise lambuno obeka maka dofointaramo maka notudue dupesua welo lambu maka noghontoe tora pada doposua. Obeka aitu norakoemo tora wulalo, nando mofileio taka kabari  dua metono. Ampa ani obeka be wulalo dopohalati.

Keterangan  :
          Dalam kebudayaan suku Muna tidak ditemukan adanya prosa lama bentuk drama. Hal ini, karena wilayah Muna pertama kali dikuaasi oleh kebudayaan yang bernafaskan Islam sehingga drama tidak ditemukan di daerah Muna. Terkait dengan prosa lama yang berupa sejarah di daerah Muna, menurut sumber yang terpercaya dalam hal ini orang-orang tua dulu menyatakan bahwa sejarah di Muna ada seperti sejarah Sawerigading. Namun, belum penulis temukan karena sulitnya menemukan sumber yang mengetahui jelas ceritra tersebut.